Karate diawali dengan penghormatan dan diakhiri dengan penghormatan. Demikian dikatakan Gichin Funakoshi, guru besar Shotokan.
Implementasinya di atas, di awal dan akhir latihan karate, selalu dilakukan upacara tradisional Karate atau reishiki.
Reishiki yang umum dilakukan beberapa perguruan Karate di Indonesia, urutannya yaitu;
- Pembacaan Sumpah Karate
- Penghormatan Bendera Merah Putih dan Lambang Perguruan
- Menenangkan Pikiran
- Penghormatan Kepada Pelatih
- Penghormatan Kepada Sesama Rekan/Karateka dan Tempat Latihan
Fokus pada urutan ketiga, yakni menenangkan pikiran, aba-aba atau instruksinya adalah mokuso. Dipraktikkan dengan menundukkan kepala sejenak sambil mengatur napas dengan memejamkan mata, kemudian berdoa dalam hati.
Berkait aba-aba untuk menenangkan pikiran tersebut, Abdul Wahid dalam bukunya; Shotokan, Sebuah Tinjauan Alternatif Terhadap Aliran Karate Terbesar Di Dunia, menyatakan bahwa penyebutan yang benar adalah mokuto, bukan mokuso atau makuso.
Koreksi dalam pengucapan istilah atau kata memang perlu, apalagi bahasa yang digunakan dalam pelatihan Karate sebagian besar menggunakan bahasa Jepang yang notabene bahasa asing bagi kita.
Meski demikian timbul penasaran di hati saya untuk mencari tahu lebih jauh tentang dua kata tersebut; mokuso dan mokuto.
Ketika membuka salah satu kamus besar bahasa Jepang-Indonesia, ternyata dua kata itu tercantum dalam halaman kata-kata beralfabet M.
Berdasar kamus tersebut, mokuso artinya menenangkan pikiran atau pikiran yang tenang. Sementara mokuto berarti berdoa dalam hati.
Nah, kembali pada aba-aba saat upacara tradisional Karate, mengucapkan mokuso adalah benar dan mengucapkan mokuto juga tidak salah.
Kalau merujuk pada instruksi untuk menenangkan pikiran, kata yang tepat adalah mokuso. Sebaliknya jika maksud si pemimpin upacara adalah menginstruksikan para karateka untuk berdoa dalam hati, kata yang pas; mokuto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar